|
Indana Zulfa |
Banyak para ahli yang mendefinisikan kepribadian. Salah satu yang paling penting menurut Gordon W.Allport. Kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis dari system psiko-fisik indvidu yang menentukan tingkah laku dan pemikiran indvidu secara khas. Terjadinya Interaksi psiko-fisik mengarahkan tingkah laku manusia.
Maksud dinamis pada pengertian tersebut adalah perilaku mungkin saja berubah-ubah melalui proses pembelajaran atau melalui pengalaman-pengalaman, reward, punishment, pendidikan dsb. Misalnya seorang pemalas setelah masuk FITK menjadi rajin, maka kepribadiannya berubah. Perilaku SMA berubah menjadi perilaku mahasiswa FITK.
Kepribadian adalah semua corak perilaku dan kebiasaan individu yang terhimpun dalam dirinya dan digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri terhadap segala rangsangan baik dari luar maupun dari dalam. Corak perilaku dan kebiasaan ini merupakan kesatuan fungsional yang khas pada seseorang. Perkembangan kepribadian tersebut bersifat dinamis, artinya selama individu masih bertambah pengetahuannya dan mau belajar serta menambah pengalaman dan keterampilan, mereka akan semakin matang dan mantap kepribadiannya (Depkes, 1992).
Dalam bahasa latin asal kata personaliti dari persona (topeng). Sedangkan dalam ilmu psikologi menurut, Gordon W.Allport adalah suatu organisasi yang dinamis dari system psiko-fisik individu yang menentukan tingkah laku dan pemikiran individu secara khas. Interaksi psiko-fisik mengarahkan tingkah laku manusia.
Berdasarkan pengertian di atas maka corak perilaku individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan akan berbeda-beda. Misalnya corak perilaku mahasiswa FITK dalam mengisi waktu luang atau saat tidak ada dosen menunjukan seperti apa kepribadiannya.
Ada mahasiswa yang ngobrol, ada mahasiswa yang cenderung makan, ambil air wudlu untuk sholat, ada yang segera pulang atau pergi ke perpustakaan. Semua perilaku tersebut bersifat khas, artinya hanya dimiliki oleh individu itu. Meskipun orang lain memiliki perilaku yang sama mungkin pemaknaannya berbeda. Misalnya ada yang makan karena belum sarapan, ada yang makan karena kesal menunggu, ada yang makan karena ikut teman atau makan karena mengisi waktu saja.
Kepribadian adalah ciri, karakteristik, gaya atau sifat-sifat yang memang khas dikaitkan dengan diri kita. Dapat dikatakan bahwa kepribadian itu bersumber dari lingkungan, misalnya dari keluarga. Baik terbentuk dari masa kecil maupun dari bawaan-bawaan yang dibawa sejak lahir. Jadi yang disebut kepribadian itu sebetulnya adalah campuran dari hal-hal yang bersifat psikologis, kejiwaan dan juga yang bersifat fisik.
Kepribadian yang terbentuk dari lingkungan keluarga, dalam hal ini adalah kata-kata apakah yang sering dikatakan oleh orang tuanya, pujian apa yang sering didengar, hukuman apa yang sering dialami berkaitan dengan satu perilaku di rumah, dan Motivasi apa serta contoh apa yang diperlihatkan keluarganya. Semua itu akan membentuk kepribadian seseorang. Misalnya saat listrik mati ada ayah yang mengatakan: “awas ada hantu”, ada ayah yang mengatakan “cepat siapkan lampu pengganti”, ada orang tua yang pergi ke luar, ada orang tua yang langsung tidur, ada juga yang menganjurkan berdo’a dan ambil air wudlu. dsb.
Semua stimulus kita dapatkan sejak lahir baik dari kakak, ayah, ibu, teman, televisi, dan sebagainya. Semua akan mempengaruhi cara kita bersikap terhadap sesuatu. Pada saat itulah kepribadian terbentuk. Selanjutnya melalui proses yang tidak sederhana akan berinteraksi dengan bentuk fisik seperti kurus, pendek, gemuk, lobus otak, pembuluh darah, jantung dan atribut psikologis misalnya sabar, pemarah, cerewet, agresif, dan sebagaiya.
Personality is : the complex of all the attributes-behavioral, temperamental, emotional and mental that characterize a unique individual; "their different reactions reflected their very different personalities"; "it is his nature to help others.
Pengertian di atas merujuk pada ciri-ciri perilaku yang kompleks terdiri dari temperamen (reaksi emosi yang cenderung menetap dalam merespon situasi atau stimulus lingkungan secara spontan), emosi yang bersipat unik dari individu. Reaksi yang berbeda dari masing-masing individu menunjukan perbedaan kepribadian.
Dalam konsep text book yang lain digambarkan "Personalities is :
1. The quality or condition of being a person.
2. The totality of qualities and traits, as of character or behavior, that are peculiar to a specific person.
3. The pattern of collective character, behavioral, temperamental, emotional, and mental traits of a person: Though their personalities differed, they got along as friends.
4. Distinctive qualities of a person, especially those distinguishing personal characteristics that make one socially appealing: won the election more on personality than on capability. See Synonyms at disposition.
- A person as the embodiment of distinctive traits of mind and behavior
- A person of prominence or notoriety: television personalities
6. An offensively personal remark. Often used in the plural: Let's not engage in personalities
7. The distinctive characteristics of a place or situation: furnishings that give a room personality.
Personality is reflected by a person’s capacity and skill in managing activities of daily living. Individual responses and interactions to internal and external environmental demands are influenced by constant interplay of genetic , neurobiological and psychological factors. (Deborah Antai otong, 1995:288) Pengertian di atas berfokus pada cara-cara individu dan keterampilan individu dalam memanfaatkan waktunya setiap hari. Kebiasaan dalam memanfaatkan waktu setiap hari tersebut merupakan hasil interaksi antara genetik, kondisi otak, persyarafan dan faktor psikologis.
Kepribadian dalam konteks Islam, dalam bahasa Arab disebut as-syakhshiyyah, berasal dari kata syakhshun, artinya, orang atau seseorang atau pribadi. Kepribadian bisa juga diartikan identitas seseorang (haqiiqatus syakhsh). Syekh Taqiyuddin An Nabhani dalam As Syakhshiyyah Al Islamiyyah jilid I halaman 5, menyatakan bahwa kepribadian atau syakhshiyyah seseorang dibentuk oleh cara berpikirnya (aqliyah) dan caranya berbuat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan atau keinginan-keinginannya (nafsiyah).
Tinggi rendah identitas atau jati diri seseorang tergantung dari kemampuan berpikirnya dan tingkah laku atau aktivitas hidupnya. Secara nyata bisa kita amati di sekeliling kita. Dalam suatu lingkungan masyarakat, bangsa atau negara muncul orang-orang tertentu yang menjadi pemimpin dan penggerak massa. Mereka mempunyai kelebihan-kelebihan tertentu dalam bidang pemikiran dan pemecahan problema masyarakat. Pemikiran yang mereka lontarkan berkembang, diterima dan menggerakkan tiap-tiap pribadi yang mengikutinya. Aktivitas dan program-programnya mempengaruhi aktivitas kehidupan orang banyak. Orang-orang seperti ini tidak selalu dari kalangan bangsawan atau memiliki harta kekayaan yang berlimpah. Mahatma Gandhi misalnya, mampu menggerakkan bangsa India dengan kesederhanaannya. Thalut, memimpin Bani Israil untuk membebaskan diri dari kezhaliman bangsa penjajah, tanpa mempunyai kekayaan.
Allah SWT mengabadikan fakta sejarah ini dalam firman-Nya: "Nabi mereka menyatakan kepada mereka (Bani Israil): 'Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu'. Mereka menjawab: 'Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?'. Nabi (mereka) berkata: 'Sesungguhnya Allah telah memilihnya menjadi rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa'. Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan Allah Mahaluas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui'." (QS Al Baqarah:247).
Kita jumpai pula di masyarakat adanya orang-orang yang hanya menjadi beban, bahkan menjadi sampah masyarakat. Mereka tidak mampu memecahkan masalah mereka sendiri, apalagi memecahkan masalah masyarakat. Di antara dua contoh ekstrim di atas; ada orang-orang yang mampu menyelesaikan masalah-masalahnya sendiri, tetapi tidak mampu atau tidak mau memecahkan problema orang lain. Mereka sibuk dengan dirinya sendiri. Mereka menghabiskan waktu, tenaga dan pikirannya untuk menggeluti kesenangannya sendiri. Orang-orang demikian tidak banyak berpikir dan bekerja kecuali untuk dirinya. Hati mereka terpisah dari masyarakat.
Posisi seseorang di suatu masyarakat tergantung dari seberapa tinggi kualitas hubungan (nilai interaksi) dirinya dengan anggota masyarakat yang lain. Kualitas hubungan itu berupa nilai aktivitas (amal) yang terjadi yang melibatkan dirinya dengan orang-orang lain. Nilai aktivitas yang dirasakan oleh pribadi-pribadi terkait tersebut menimbulkan tanggapan, dan sampai taraf tertentu berupa suatu pengakuan terhadap orang tersebut apakah dia orang besar, berpengaruh, orang biasa-biasa saja atau orang kecil.
Apakah dia orang alim, atau orang jahil. Apakah dia orang dermawan, orang yang sedang-sedang saja, atau orang bakhil/pelit. Apakah dia orang kuat, sedang atau lemah. Apakah dia orang yang pemberani atau penakut (pengecut). Apakah dia orang yang adil atau zhalim. Apakah dia orang yang amanah (terpercaya) atau khianat (menyeleweng). Apakah dia orang jujur atau suka menipu. Apakah dia pahlawan pembela kebenaran atau gembong kejahatan.
Oleh karena itu, terbentuknya tingkat kepribadian seseorang di dalam masyarakat berkaitan dengan nilai aktivitas yang dia lakukan dalam berinteraksi dengan pribadi-pribadi anggota masyarakat yang lain. Yang menjadi masalah sekarang adalah, apa sesungguhnya yang menentukan nilai aktivitas atau amal perbuatan yang ia lakukan?.
Jelaslah, bahwa pembentuk kepribadian dan ukuran-ukuran penilaian suatu kepribadian bukanlah harta seseorang, bentuk rupanya, badannya atau hal-hal fisik lain yang hanya merupakan asesori atau menjadi kulit-kulit luar suatu kepribadian, melainkan isi dalam diri seseorang, yakni cara berpikirnya dan sikap jiwanya.
Dengan demikian jelaslah bagi kita bahwa syakhshiyyah Islamiyyah atau kepribadian Islam adalah perpaduan antara cara berfikir Islami (aqliyyah Islamiyyah) dan sikap jiwa Islami (nafsiyyah Islamiyyah) yang terdapat dalam diri seorang muslim.
Seorang muslim bisa dikatakan memiliki cara berfikir yang Islami (aqliyyah Islamiyyah) manakala ia sudah bertekad untuk memikirkan segala sesuatu dan setiap problema yang dihadapinya dengan cara pandang dan cara-cara pemecahan Islam. Ia hanya bertekad hanya akan menggunakan kaca mata Islam. Seorang muslim bisa dikatakan memiliki sikap jiwa Islami (nafsiyyah Islamiyyah) manakala dia telah bertekad untuk membimbing dan memenuhi segala keinginan hawa nafsunya dengan cara-cara pemuasan Islam. Rasulullah saw. bersabda: "Tidaklah beriman salah seorang di anatara kalian hngga ia membimbing hawa nafsunya selalu mengikuti apa (Islam) yang kubawa ini" (HR. Imam Nawawi).
Dengan demikian seorang muslim baru dikatakan memiliki kepribadian Islam (syakhshiyyah Islamiyyah) manakala ia telah bertekad dalam hatinya untuk selalu memiliki aqliyyah Islamiyyah dan nafsiyyah Islamiyyah. Seorang muslim tidak mungkin bertekad seperti itu manakala belum memahami dan memiliki aqidah Islamiyyah secara benar. Aqidah Islamiyyah yang tidak lain adalah keimanan kepada Allah SWT, para malaikat-Nya, Al Qur'an dan kitab-kitab-Nya yang lain, Nabi Muhammad Saw, dan para Rasul-Nya yang lain, hari kiamat, dan qadla-qadar-Nyaadalah pemikiran yang paling mendasar yang akan menjadi standar bagi seluruh pemikiran-pemikiran lain yang diproses oleh akal seorang muslim. Oleh karena itu, memperoleh aqidah Islamiyyah ini harus melalui proses berfikir.
Imam As Syafi'i r.a. dalam Fiqhul Akbar mengatakan bahwa kewajiban pertama bagi seorang mukallaf adalah berfikir tentang dirinya dan alam semesta ini hingga mendapatkan kesimpulan bahwa Allah adalah Rabbul'alamin (Pencipta dan Pemelihara sekalian alam).
Pencapaian aqidah melalui proses berfikir, meneliti, dan mengamati adalah aqidah yang sesuai dengan fitrah manusia dan memuaskan akal seorang muslim. Aqidah yang diperoleh melalui warisan semata atau sekedar hafalan rukun iman seperti yang diajarkan kepada murid sekolah dasar tidak akan menghunjam kuat pada hati seseorang, tidak menjadi mafahim atau pandangan hidup baginya, dan tidak menentukan pola berpikir maupun pola sikap dan jiwanya. Oleh karena itu, jika ingin menghasilkan kepribadian Islam yang unggul maka harus diintroduksikan kepada kaum muslimin aqidah Islam yang diperoleh melalui proses berfikir ini sehingga akan terbentuk pribadi-pribadi yang memiliki kemajuan dan kebangkitan dalam cara berpikir dan dalam pengendalian diri.
- Program kematangan kepribadian dari tanggal 05-11 Desember 2008
1. Mengontrol diri sendiri baik segala kelebihan maupun kekurangan
2. Sopan Santun dalam berbicara dan bertingkah laku
3. Hidup sehat
4. Qanaah/menerima apa adanya
5. Mengontrol emosi dan bersabar di saat mendapat kekecewaan
6. Makan teratur
7. Dapat menyesuaikan diri di linhkungan keluarga dan masyarakat
8. Berpakaian rapi
- Program kematangan kepribadian dari tanggal 12-18 Desember 2008
1. Menerima emosi manusia
2. disiplin terhadap diri sendiri
3. Mengorbankan kepentingan pribadi semi kepentingan bersama
4. Selalu berfikiran positif
- Program kematangan kepribadian dari tanggal 19-25 Desember 2008
1. Bersifat hangat terhadap orang lain
2. Berhati-hati dalam mengerjakan tugas
3. Peduli terhadap lingkungan sekitar
4. Menjaga kebersihan
5. Terampil dalam mengerjakan tugas.
Sebelumnya saya belum mempunyai kepribadian yang matang, Tetapi setelah saya mendapatkan tugas individu ini, Alhamdulillah saya mempunyai kematangan kepribadian yang semakin meningkat, walaupun pada awalnya saya belum bisa melaksanakannya dengan baik, tetapi karna semangat dan kesabaran saya untuk bisa berubah dan membentuk karakter ini, Alhamdulillah saya bisa melaksanakannya dengan baik.